Orang Yang Wajib Selalu Kita Muliakan
Bersama Pemateri :
Ustadz Abdullah Taslim
Orang Yang Wajib Selalu Kita Muliakan merupakan kajian Islam ilmiah oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A. dalam pembahasan kitab Kun Salafiyyan ‘alal Jaddah. Kajian ini disampaikan pada Sabtu, 22 Rabi’ul Akhir 1443 H / 27 November 2021 M.
Kajian Islam Tentang Orang Yang Wajib Selalu Kita Muliakan
Kaedah-kaedah ini memberikan batasan tentang siapa yang wajib untuk kita muliakan dan hormati dikalangan manusia, sehingga tidak boleh disentuh kehormatan/kemuliaan orang-orang yang jelas-jelas direkomendasikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya. Ketika menghadapi kesalahan-kesalahan mereka pun kita jelas hanya menyebutkan dengan kebaikan dan memberikan sebaik-baik udzur untuk mereka.
Juga memberikan batasan-batasan siapakah orang-orang yang boleh untuk kita bicarakan dan kita kritik. Bahkan bisa jadi bukan hanya boleh dikritik, tapi wajib hukumnya ketika ada kebutuhan dengan mempertimbangkan maslahat tanpa perlu menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka.
1. Para Nabi dan Rasul ‘Alaihimush Shalatu was Salam
Para Nabi dan Rasul jelas adalah orang-orang yang terbaik di antara semua manusia, hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling bertakwa. Mereka adalah orang-orang yang harus hanya kita sebutkan kebaikannya. Karena kita juga meyakini mereka adalah orang-orang yang maksum (dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) dari terus-menerus dalam kesalahan.
Sebagian dari para ulama menjelaskan bahwa mungkin di antara mereka ada yang bisa melakukan perbuatan dosa kecil, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala langsung memberikan taufik kepada mereka untuk bertaubat dengar sungguh-sungguh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga ketika mereka wafat dalam keadaan tidak ada dosa-dosa yang masih ada pada diri mereka.
Para Nabi dan Rasul ‘Alaihimush Shalatu was Salam tidak boleh kita sebutkan dengan keburukan, tidak boleh kita sebutkan dengan hal-hal yang menunjukkan kekurangan dalam urusan agama. Ini adalah perkara yang wajib untuk kita lakukan ketika menyikapi mereka. Tidak ada perselisihan dikalangan para ulama Ahlus Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang hal ini.
2. Para Sahabat Yang Mulia
Para sahabat yang mulia adalah orang-orang yang direkomendasikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
… رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ…
“Allah Subhanahu wa Ta’ala ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah.” (QS. At-Taubah[9]: 100)
Merekalah orang-orang yang beriman pertama kali, merekalah orang-orang yang dipilih oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyertai Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan untuk menegakkan agamaNya. Maka kenalilah keutamaan mereka dan ikutilah jejak-jejak kebaikan mereka.
Mereka harus dimuliakan dan tidak disebutkan kecuali dengan kebaikan. Umat Islam tidak boleh memperlakukan para sahabat kecuali dengan kecintaan dan pemuliaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala sungguh telah memuji mereka di dalam Al-Qur’an dengan pujian yang tinggi. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang kedudukan mereka yang mulia, tentang perjuangan jihad, juga bagaimana mereka mencurahkan harta dan jiwa di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang mereka:
وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ
“Semua mereka (para sahabat) Allah janjikan masuk surga.” (QS. Al-Hadid[57]: 10)
Maka kalaupun ada kesalahan yang diriwayatkan dari mereka, kita harus melihat bahwa ternyata riwayatnya tidak shahih. Ada juga kesalahan yang mungkin benar riwayatnya, tapi ternyata sahabat tersebut telah diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari perbuatan dosa.
Ada juga yang mereka melakukan kesalahan tapi dalam hal ini mereka adalah sebagai mujtahid. Seorang mujtahid ketika melakukan kesalahan maka dengan ijtihadnya akan mendapatkan satu pahala, dan yang paling berhak untuk disebut sebagai mujtahid adalah para sahabat Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhum Ajma’in. Hal ini karena kita tahu keilmuan dan keikhlasan mereka dalam menjalankan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam masalah ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ
“Jika seorang hakim menentukan satu hukum kemudian dia berijtihad (bersungguh-sungguh) untuk mengenal hukum tersebut dan dia benar, maka dia akan dapatkandua pahala. Kemudian jika dia menghukumi suatu permasalahan dan bersungguh-sungguh untuk mengenal hukum kemudian salah, maka dia dapatkan satu pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak boleh umat ini menyikapi tentang para shahabat Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhum Ajma’in kecuali dengan kecintaan dan pemuliaan/penghormatan. Jelas sekali jika ada orang-perorangan atau jamaah yang mencela para sahabat, maka bisa dipastikan ini adalah kelompok yang menyimpang dan sangat jauh dari petunjuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga telah memuji para sahabat dengan pujian yang sangat tinggi, baik secara perorangan maupun secara jamaah para sahabat. Bahkan para ulama Islam memberikan perhatian untuk menulis buku-buku yang memuat tentang keutamaan dan kemuliaan-kemuliaan mereka.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan larangan keras tentang orang yang mencela para sahabat, beliau bersabda:
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencela para sahabatku. Maka demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya salah seorang di antara kalian berinfak dengan emas sebesar gunung Uhud, maka itu tidak akan mencapai infak mereka dengan satu mut (genggaman tangan) atau bahkan setengahnya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Yakni infak besar yang dilakukan oleh orang-orang yang datang setelah mereka dibandingkan dengan infak sedikit yang dilakukan oleh sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka keutamaannya lebih unggul infak yang dilakukan oleh sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Oleh karena itu hadits ini jelas merupakan dalil yang sangat kuat yang menunjukkan kepada kita bagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam benar-benar memerintahkan kepada umat ini tentang kewajiban untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan para sahabat Radhiallahu Ta’ala ‘Anhum Ajma’in dan tidak bolehnya mencela mereka.
3. Orang-orang yang mengikuti para sahabat dengan kebaikan
Menit ke-28:18 Orang-orang yang mengikuti para sahabat dengan kebaikan, orang-orang yang dipuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam ayat Al-Qur’an yang kita kenal.
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ…
“Orang-orang yang pertama dan terdahulu masuk Islam dari kalangan shahabat Muhajirin dan Anshar kemudian orang-orang yang mengikuti petunjuk mereka dengan kebaikan, Allah Subhanahu wa Ta’ala ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah.” (QS. At-Taubah[9]: 100)
Tabi’in adalah orang yang pernah berjumpa dengan para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mati diatas Islam. Dan mereka selalu mengambil petunjuk dari para sahabat Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhum Ajma’in.
Kita kenal para ulama tabi’in seperti Imam Muhammad Ibnu Sirin, Al-Hasan Al-Bashri, Imam Az-Zuhri, Al-A’masy, Tsabit bin Aslam Al-Bunani, Ar-Rabi’ bin Khutsaim, ‘Alqamah, dan banyak dari para ulama tabi’in dengan berbagai daerah yang mereka tempati yang mereka bertemu dengan para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian terkenal dengan semangat mereka mempelajari petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mempelajari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menghafalnya, kemudian mempraktekkannya Rahimahumullahu Ta’ala.
Seperti juga yang dikenal dengan فقهاء المدينة السبعة (ahli fiqih dari kalangan penduduk Madinah yang berjumlah tujuh orang). Ada Sa’id bin Al-Musayyab, Kharijah bin Zaid, dan yang lainnya. Mereka ini dikenal sebagai para ulama dari kalangan tabi’in yang paling utama dari kalangan penduduk Madinah Rahimahumullahu Ta’ala. Mereka adalah orang-orang yang terpercaya dalam meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dan para ulama yang mengikuti jalan mereka dari semua negeri-negeri kaum muslimin, yakni tentu saja mereka yang ada di Mekah, Kufah, Bashrah dan yang lainnya.
Kemudian para ulama yang datang setelah mereka dari para imam ahli hadits, ahli fiqih, ahli tafsir, yang mereka menempuh jalan para sahabat dan para tabi’in yang mulia. Para imam dari kalangan tabi’ut tabi’in seperti imam Malik bin Anas, Imam Sufyan Ats-Rsauri, Imam Abdullah bin Mubarok, Imam Syu’bah bin Hajjaj, Fudhail bin Iyyadh Rahimahumullahu Ta’ala, dan masih banyak lagi.
4. Orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan sunnah
Menit ke-33:44 Orang-orang yang berjalan di atas manhaj mereka dalam masalah keyakinan, berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan sunnah, menjauhi bid’ah dan orang-orang yang mengikutinya, dan mereka-mereka para ulama yang selalu membela kebenaran dan membela orang-orang yang mengikuti kebenaran sampai saat ini, bahkan sampai datangnya keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelang hari kiamat.
Yakni orang-orang yang disebut di dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الحَقِّ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأتِيَ أَمْرُ اللهِ
“Senantiasa akan selalu ada sekelompok dari umatku yang mereka akan selalu menampakkan kebenaran, tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka sampai datangnya keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 kajian Tentang Orang Yang Wajib Selalu Kita Muliakan
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51124-orang-yang-wajib-selalu-kita-muliakan/